Langsung ke konten utama

Fun Fact : Pernahkah kamu mendengar tentang Impostor Syndrome? mari kita sama-sama mempelajarinya!

 

IMPOSTOR SYNDROME

Impostor syndrome adalah perasaan dimana seseorang merasa kesuksesan mereka disebabkan oleh kebetulan atau keberuntungan atau usaha keras yang misterius dan bukan karena kemampuan dan kompetensi mereka sendiri, hal ini dapat diukur melalui fake, luck dan discount.

Orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terbentuknya fenomena Impostor Syndrome pada anak-anak mereka. Ketika bertemu dengan penderita Impostor Syndrome yang sudah dewasa, pesan atau perilaku yang diberikan oleh orang tua mereka di masa kanak-kanak adalah faktor pendorong munculnya Impostor Syndrome. Pesan yang biasanya diterima dari orang tua hanyalah kritik dan jarang mendapat pujian dari orang tua. Ketika seorang anak mendengar kritik yang konsisten untuk sesuatu yang tidak sempurna, mereka belajar bahwa tidak ada hal lain yang penting, orang tua hanya memperhatikan tentang kesalahan yang dilakukan oleh anak mereka. Di sisi lain, jika anak tidak pernah menerima pujian apa pun bahkan untuk sesuatu yang mengesankan, anak mungkin belajar untuk menganggap dirinya tidak memadai atau tidak memiliki kemampuan.

Bagi anak-anak, kebutuhan akan perhatian positif itu paling besar. Jika kebutuhan itu tidak terpenuhi, hal itu dapat terus merusak harga diri anak dan mengembangkan keraguan anak akan kemampuan dan inteligensinya. Penekanan orang tua pada prestasi, dikombinasikan dengan tekanan masyarakat untuk sukses dapat meningkatkan efek impostor syndrome.

 Banyak orang yang berjuang dengan impostor syndrome melaporkan bahwa ia tumbuh dalam rumah di mana mereka dipuji karena kemampuan intelektual bawaan atau bakat alami saja, bukan karena kerja keras yang membawa kesuksesan. Fokus pada kemampuan alami sebagai penyebab pencapaian ini dapat menumbuhkan pandangan yang keliru tentang kesuksesan yang terus tumbuh saat seseorang memasuki masa dewasa, di mana mereka menghadapi tekanan masyarakat untuk berprestasi. Sehingga mereka merasa bahwa dirinya hanya beruntung ketika menggapai sebuah prestasi. Hal ini membuat anak merasa bahwa dirinya hanya beruntung ketika mendapatkan keberhasilan atau kesuksesan.

 

Indira, L., & Ayu, M. (2021). Hubungan Authoritarian Parenting dengan Impostor Syndrome pada Mahasiswa Salah Jurusan. Intensi : Jurnal Psikologi, 1(1), 1–9.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fun Fact: Kalian Tau Gak Sih Erotomania Itu Apa? Yuk Sama-sama Kita Belajar Bareng

EROTOMANIA      Erotomania adalah kondisi di mana seseorang meyakini dengan kuat bahwa ada seseorang yang mencintainya, meskipun kenyataannya tidak demikian. Bahkan, dalam beberapa kasus, penderita erotomania mungkin meyakini bahwa orang terkenal tertentu mencintainya.      Orang dengan erotomania memiliki keyakinan yang kuat bahwa mereka sedang disukai oleh seseorang, meskipun orang tersebut mungkin tidak mengenal atau pernah bertemu dengan mereka.       Gangguan delusi erotomania bisa muncul hanya dari berkhayal, mendengar berita, atau melihat aktivitas di media sosial seseorang. Meskipun gangguan ini lebih umum dialami oleh wanita, pria juga dapat mengalaminya. Gejala yang dapat menjadi tanda-tanda seseorang sedang mengalami gangguan erotomania      Selain keyakinan yang berlebihan bahwa seseorang mencintainya, penderita erotomania juga mungkin mengalami gejala-gejala berikut: Menghabiskan waktu berbicara tentang orang yang ...

Fun Fact : Pernahkah kamu mendengar istilah "SELF CARE" ?? Yuk kita cari tau sama-sama

SELF CARE        Self-care merujuk pada tindakan individu untuk merawat dirinya sendiri secara fisik, mental, dan emosional guna menjaga kesejahteraan dan kualitas hidupnya. Self-care adalah konsep yang melibatkan kesadaran individu terhadap kebutuhan pribadinya serta pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ini dapat mencakup hal-hal seperti istirahat yang cukup, menjaga pola makan sehat, olahraga, meditasi, hingga mengelola stres dan emosi.      Menurut World Health Organization (WHO), self-care adalah kemampuan individu, keluarga, dan komunitas untuk mempromosikan kesehatan, mencegah penyakit, menjaga kesehatan, dan mengatasi penyakit dengan atau tanpa dukungan tenaga kesehatan. Aspek Self-Care: 1. Self-Care Fisik: Melibatkan kegiatan yang membantu menjaga kesehatan fisik, seperti tidur yang cukup, pola makan seimbang, olahraga rutin, dan menjaga kebersihan diri. 2. Self-Care Mental: Fokus pada menjaga kesehatan mental dan emosional ...