DISUSUN OLEH:
1. Intan Nur
Utami (1907016084)
2. Veda
Kartika P (1907016086)
3. Marsella
Almaira W (1907016088)
4. Akhmad
Akbar M (1907016090)
5. M. Agus
Kurniawan (1907016092)
6. Hanis
Fatimah (1907016094)
7. Amaranggana
S.P.D (1907016096)
8. Indah
Lianawati (1907016098)
9. Alief Fita
Aulia (1907016100)
10. Mahda Deby
S.P (1907016102)
11. Willy Ado
W (1907016104)
12. Iltaza
Mahira (1907016106)
13. Moh Hendrik S (1907016108)
14. Dien Wahyu
A (1907016110)
15. Hasna
Ulayya A.L (1907016112)
16. Nurul
Khusnawati (1907016114)
17. Iqbal
Akhsanun N (1907016116)
18. Nur
Alfiana S (1907016118)
19. Wulan Sari (1907016120)
20. Rindang
Sekar K (1907016122)
21. Avista
Alviany (1907016124)
MENTAL
HYGIENE DALAM
PENANGANAN PEMERINTAH
Pengertian Mental
Kata "mental" berasal dari
bahasa Yunani yang memiliki arti sama dengan psyche dalam bahasa Latin,
yaitu psikis, jiwa atau kejiwaan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, mental adalah sesuatu yang menyangkut budi dan sifat manusia, dan
bukan sesuatu terkait tubuh atau tenaga.
Selain itu, kata mental berasal dari
bahasa latin yaitu dari kata mens atau metis yang berarti jiwa,
nyawa, sukma dan ruh. Jadi mental adalah hal-hal yang berhubungan dengan psiko
atau psikis yang dapat mempengaruhi perilaku individu. Setiap perilaku dan
ekspresi tertentu merupakan dorongan dan cerminan keadaan mental.
Berdasarkan pemahaman mental
tersebut, penulis menyimpulkan bahwa mental adalah sesuatu yang berhubungan
dengan bagian tubuh manusia yang tidak terlihat seperti psikis, jiwa atau roh
yang memiliki pengaruh besar terhadap kehendak individu dalam mengambil sikap
atau sebuah keputusan.
Pengertian kesehatan mental menurut World
Federation of Mental Health (WFMH) 1948, adalah suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara optimal selama
tidak mengganggu kepentingan orang lain.
Menurut undang-undang kesehatan
mental No. 3 Tahun 1966, kesehatan mental adalah suatu keadaan yang
memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional seseorang, yang
mana perkembangannya harus selaras dengan keadaan orang lain.
Menurut Karl Menninger, kesehatan
mental adalah dimana seseorang dapat menahan diri, bersikap cerdas, berperilaku
toleran terhadap perasaan orang lain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia.
Dapat diartikan sebagai individu yang tidak berperilaku di luar norma atau
aturan yang ada. Menjauhkan diri dari perilaku buruk merupakan cerminan orang
yang memiliki kesehatan mental yang baik.
Ciri-ciri Mental Sehat
1.
Terbebas
dari Gangguan Jiwa
Menurut Zakiyah Daradjat (1985)
perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose),
adalah :
a. Orang dengan gangguan jiwa masih
bisa memahami dan merasakan
kesulitannya, sedangkan orang dengan penyakit jiwa tidak bisa.
b.
Orang
dengan gangguan jiwa kepribadiannya masih terhubung dengan kehidupan nyata.
Sedangkan orang dengan penyakit jiwa kepribadiaannya sangat terganggu, tidak
saling terhubung, dan ia hidupnya jauh dari kenyataan.
2.
Memiliki penyesuaian diri yang baik
Penyesuaian diri (self adjustment) adalah proses untuk
memperoleh atau memenuhi kebutuhan (needs
satisfaction) dan mengatasi masalah-masalah tertentu (stres, konflik,
frustasi dll) dengan cara-cara tertentu. Seseorang dikatakan memiliki
penyesuaian diri yang baik jika dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi
masalahnya dengan wajar, tidak merugikan dirinya sendiri dan lingkungannya, dan
tidak melanggar norma agama.
3.
Pemanfaatan potensi maksimal
Orang yang sehat mentalnya adalah
mereka yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk kegiatan-kegiatan
yang positif dan berguna bagi pengembangan kualitas dirinya. Pemanfaatan itu
dapat diterapkan pada berbagai sisi kehidupannya seperti dalam
kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah, atau dilingkungan masyarakat),
bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.
4.
Mampu mencapai kebahagiaan pribadi
dan orang lain
Dalam memenuhi kebutuhannya, orang
yang sehat mentalnya akan menampilkan perilaku yang sesuai dengan situasi,
mampu memberikan pengaruh positif bagi dirinya dan orang lain, serta segala
aktivitasnya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan pribadi dan kebahagiaan
bersama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1959 memberikan batasan
mental yang sehat, yaitu :
1.
Mampu
menyesuaikan diri secara positif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk
baginya.
2.
Mendapat kepuasan dari hasil
usahanya.
3.
Merasa lebih puas memberi daripada
menerima.
4.
Relatif bebas dari rasa tegang dan
cemas.
5.
Berhubungan dengan orang lain dengan
cara saling menolong dan saling memuaskan.
6.
Menerima kekecewaan dan
menjadikannya pembelajaran.
7.
Mengalihkan permusuhan dengan
penyelesaian yang kreatif dan positif.
8.
Mempunyai rasa kasih sayang yang
besar.
Selain itu, Kartini Kartono
(2000:82-83), mengelompokkan empat ciri khas orang yang bermental sehat, yaitu:
1.
Adanya keseraian antara usaha dan
potensi yang dimiliki, sehingga orang mudah beradaptasi dengan lingkungan,
standar, dan norma sosial serta perubahan sosial yang serba cepat.
2.
Memiliki integrasi dan peraturan
dalam struktur kepribadiannya, sehingga mampu berperan aktif dalam masyarakat.
3.
Selalu giat melaksanakan proses
realisasi diri (yaitu mengembangkan bakat dan potensinya secara nyata),
memiliki tujuan hidup yang jelas, selalu mengarah pada kesempurnaan diri, dan
berusaha melebihi keadaan yang sekarang.
4.
Memiliki energi yang positif, sehat
lahir dan batinnya, tenang harmonis kepribadiannya, efisien dalam setiap tindakannya,
serta mampu mendalami kenikmatan dan kepuasan dalam memeuhi kebutuhannya.
Ciri-ciri Mental Tidak Sehat
Gangguan mental biasa disebut juga perilaku abnormal atau abnormal
behavior yang juga dianggap sama layaknya sakit mental dan sakit jiwa. Untuk
itu orang yang menunjukkan kurang sehat mentalnya maka dimasukkan sebagai orang
yang mengalami gangguan mental. Mental yang sakit mulai dari aspek psikis,
sosial, moral religius dan dari aspek kesehatan fisik, mempunyai ciri yang
berlawanan dengan karakteristik mental sehat. Secara sosial seperti seseorang
yang gagal dalam beradaptasi secara positif dengan lingkungannya dikatakan
mengalami gangguan mental. Proses adaptif ini berbeda dengan penyesuaian
sosial, karena adaptif akan lebih aktif dan didasarkan atas kemampuan pribadi
sekaligus melihat konteks sosialnya.
Untuk menentukan seseorang mengalami
gangguan mental yaitu mulai dari orang memperoleh pengobatan psikiatris,
kemudian salah dalam penyesuaian sosial, hasil diagnosis psikiatris,
ketidakbahagiaan subjektif, adanya symptom psikologis secara objektif,
dan kegagalan adaptasi secara positif menurut Scott (Notosoedirdjo, 2001:43).
Sakit mental merupakan bentuk dari
gangguan pada ketenangan batin dan ketentraman hati. Penyakit mental ditandai
dengan fenomena ketakutan, sakit hati, apatis, cemburu, dengki, kemarahan yang
eksplosif, ketegangan batin yang kronis menurut Kartini Kartono (2000:5).
Fungsi Kesehatan Mental
1. Prevention
(preventif/pencegahan)
Kesehatan mental membantu mencegah
masalah atau gangguan mental serta meningkatkan adaptasi untuk mencegah
penyakit mental. Pekerjaan ini menerapkan prinsip-prinsip di balik kesehatan
mental, misalnya menjaga kesehatan fisik, seperti berolahraga dan memenuhi
kebutuhan mental seperti melakukan hal-hal yang disukai.
2. Amelioration
(amelioratif/kuratif/korektif/perbaikan)
Fungsi ini merupakan upaya untuk
meningkatkan kepribadian dan adaptasi, serta mengontrol perilaku pribadi dan
mekanisme pertahanan diri. Seperti gangguan pada anak, perkembangannya dapat
dilihat dari perilaku seperti lekas marah, menyentuh (menghisap jari), dan
tindakan agresif. Itulah mengapa fungsi ini penting untuk peningkatan kesehatan
mental.
3. Preservation
(preservasi/pengembangan)
Preservatif atau suportif adalah fungsi
yang mendorong upaya pengembangan kepribadian atau pola pikir yang sehat,
sehingga masyarakat dapat mengurangi kesulitan dan masalah dalam perkembangan
psikologis.
Upaya Menjaga Kesehatan Mental
Terdapat beberapa cara sederhana
yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental. Dengan
melakukan penjagaan kesehatan mental tentunya banyak hal yang dapat dirasakan,
contohnya suasana hati yang membaik, lebih bahagia dan merasa lebih tenang.
Berikut upaya sederhana yang dapat kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental
:
1. Menjaga kesehatan fisik (physical
health) serta pemenuhan kebutuhan psikologis, seperti memperoleh kasih
sayang, rasa aman, penghargaan diri, aktualisasi diri sebagai mana mestinya
sehingga individu mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
2. Perlunya pengetahuan serta
pemahaman diri yang luas mengenai diri sendiri (self insight).
3. Belajar mengatasi konflik dan
frustasi serta ketegangan-ketegangan secara efektif.
4. Mempunyai sikap yang realistik,
termasuk penerimaan terhadap kenyataan secara sehat dan objektif.
5. Menjalankan kegiatan yang tetap
dan teratur dalam hubungan manusia dengan Tuhan.
Fungsi mental hygiene menurut Schneiders
(1964: 510-511) adalah sebagai berikut:
- Preventif
(pencegahan)
Fungsi preventif atau
pencegahan yaitu menerapkan prinsip-prinsip yang dapat menjamin mental yang sehat,
seperti halnya mental hygiene, memelihara kesehatan mental. Memelihara fisik
agar tetap sehat dapat dilakukan dengan cara melakukan istirahat yang memadai,
sementara pemuasan psikologis individu yakni seperti memperoleh kasih sayang
serta rasa aman merupakan prinsip yang paling mendasar dalam memelihara mental
yang sehat.
- Amelioratif
(perbaikan)
Fungsi ameliorative atau
perbaikan merupakan upaya perbaikan atau memperbaiki kepribadian serta
meningkatkan kemampuan dalam penyesuaian diri, sehingga gejala-gejala tingkah
laku yang muncul dan juga mekanisme pertahanan diri dapat dikendalikan.
- Suportif
(pengembangan)
Fungsi suportif atau pengembangan yakni merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan demi mengembangkan mental yang sehat atau kepribadian. Sehingga, individu mampu untuk menghadapi ataupun menghindari kesulitan-kesulitan psikologis yang mungkin dialaminya.
Implementasi dari fungsi mental hygiene menurut Schneiders di Indonesia (Pemerintahan memberikan upaya promotif , preventif
,kuratif, dan rehabilitatif )
Di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa telah dijelaskan bahwasannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu menjamin tiap-tiap warga negara bisa hidup sejahtera lahir dan batin dan juga memperoleh pelayanan kesehatan dengan penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan yang hendak dicapai yaitu terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya kesehatan termasuk Upaya Kesehatan Jiwa dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Sesuai dengan fungsi mental hygiene yang dikemukakan oleh Schneiders yaitu preventif, amelioratif, serta suportif, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 4 ayat 1 telah menjabarkan upaya-upaya tersebut.
Pasal 4
1.
Upaya Kesehatan Jiwa dilakukan melalui
kegiatan:
a.
promotif;
b.
preventif;
c.
kuratif; dan
d. rehabilitatif.
Implementasi dari fungsi mental
hygiene menurut Schneiders di Indonesia :
- Preventif (pencegahan)
Pasal dalam UU terkait upaya
preventif atau pencegahan, meliputi pasal 6, 7, 8 yang berkaitan dengan upaya
promotif, dan pasal 10,11,12,13,14,15 berkaitan dengan upaya preventif.
Pasal 6
Upaya
promotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a merupakan suatu
kegiatan dan/atau rangkaian kegiatan penyelenggaraan pelayanan Kesehatan Jiwa
yang bersifat promosi Kesehatan Jiwa.
Pasal 7
1.
Upaya
promotif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk:
a. mempertahankan dan meningkatkan derajat
Kesehatan Jiwa masyarakat secara optimal;
b. menghilangkan stigma, diskriminasi,
pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai bagian dari masyarakat;
c. meningkatkan pemahaman dan peran serta
masyarakat terhadap Kesehatan Jiwa; dan
d. meningkatkan penerimaan dan peran serta
masyarakat terhadap Kesehatan Jiwa.
Pasal 8
2.
Upaya
promotif di lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan dalam bentuk pola asuh dan pola komunikasi dalam keluarga yang
mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang sehat.
3.
Upaya
promotif di lingkungan lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilaksanakan dalam bentuk:
a. menciptakan suasana belajar-mengajar yang
kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa; dan
b. keterampilan hidup terkait Kesehatan Jiwa
bagi peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya.
4.
Upaya
promotif di lingkungan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Kesehatan
Jiwa, serta menciptakan tempat kerja yang kondusif untuk perkembangan jiwa yang
sehat agar tercapai kinerja yang optimal.
5.
Upaya
promotif di lingkungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Kesehatan
Jiwa, serta menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif untuk pertumbuhan
dan perkembangan jiwa yang sehat.
Pasal 10
Upaya
preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan suatu kegiatan
untuk mencegah terjadinya masalah kejiwaan dan gangguan jiwa.
Pasal 11
Upaya
preventif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk:
a. mencegah terjadinya masalah kejiwaan;
b. mencegah timbulnya dan/atau kambuhnya
gangguan jiwa;
c. mengurangi faktor risiko akibat gangguan
jiwa pada masyarakat secara umum atau perorangan; dan/atau
d. mencegah timbulnya dampak masalah
psikososial.
Pasal 13
Upaya
preventif di lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf a
dilaksanakan dalam bentuk:
a. pengembangan pola asuh yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan jiwa;
b. komunikasi, informasi, dan edukasi dalam
keluarga; dan
c. kegiatan lain sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
Pasal 14
Upaya
preventif di lingkungan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilaksanakan
dalam bentuk:
a. menciptakan lingkungan lembaga yang
kondusif bagi perkembangan Kesehatan Jiwa;
b. memberikan komunikasi, informasi, dan
edukasi mengenai pencegahan gangguan jiwa; dan
c. menyediakan dukungan psikososial dan
Kesehatan Jiwa di lingkungan lembaga.
Pasal 15
Upaya
preventif di lingkungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c
dilaksanakan dalam bentuk:
1. menciptakan lingkungan masyarakat yang
kondusif;
2. memberikan komunikasi, informasi, dan
edukasi mengenai pencegahan gangguan jiwa; dan
3. menyediakan konseling bagi masyarakat
yang membutuhkan.
2. Amelioratif
(perbaikan)
Pasal dalam UU terkait upaya amelioratif yakni
memperbaiki kepribadian serta meningkatkan kemampuan dalam penyesuaian diri
meliputi pasal 17, 18, dan 19.
Pasal 17
Upaya
kuratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c merupakan kegiatan
pemberian pelayanan kesehatan terhadap ODGJ yang mencakup proses diagnosis dan
penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi kembali secara wajar
di lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat.
Pasal 18
Upaya
kuratif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk:
a. penyembuhan atau pemulihan;
b. pengurangan penderitaan;
c. pengendalian disabilitas; dan
d. pengendalian gejala penyakit.
Pasal 19
4.
Proses
penegakan diagnosis terhadap orang yang diduga ODGJ dilakukan untuk menentukan:
a. kondisi kejiwaan; dan
b. tindak lanjut penatalaksanaan.
5.
Penegakan
diagnosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria
diagnostik oleh:
a. dokter umum;
b. psikolog; atau
c. dokter spesialis kedokteran jiwa.
3. Suportif (pengembangan)
Pasal dalam UU terkait upaya
suportif meliputi pasal 25, 26, 27, 28 yang fokus membahas mengenai upaya
pemberian rehabilitasi dan bentuk-bentuknya seperti bimbingan sosial dalam
upaya agar individu mampu menghadapi kesulitan psikologis yang mungkin dialami.
Pasal 25
Upaya rehabilitatif Kesehatan Jiwa
merupakan kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan Kesehatan Jiwa yang
ditujukan untuk:
a. mencegah atau mengendalikan
disabilitas;
b. memulihkan fungsi sosial;
c. memulihkan fungsi okupasional;
dan
d. mempersiapkan dan memberi
kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat.
Pasal 26
1.
Upaya rehabilitatif ODGJ meliputi:
a. rehabilitasi psikiatri dan/atau
psikososial; dan
b. rehabilitasi sosial.
2.
Rehabilitasi psikiatri dan/atau
psikososial dan rehabilitasi sosial ODGJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat merupakan upaya yang tidak terpisahkan satu sama lain dan
berkesinambungan.
Pasal 27
Upaya rehabilitasi psikiatri dan/atau
psikososial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dilaksanakan
sejak dimulainya pemberian pelayanan Kesehatan Jiwa terhadap ODGJ.
Pasal 28
1.
Upaya rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan secara
persuasif, motivatif, atau koersif, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun
panti sosial.
2.
Upaya rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:
a. motivasi dan diagnosis
psikososial;
b. perawatan dan pengasuhan;
c. pelatihan vokasional dan
pembinaan kewirausahaan;
d. bimbingan mental spiritual;
e. bimbingan fisik;
f. bimbingan sosial dan konseling
psikososial;
g. pelayanan aksesibilitas;
h. bantuan sosial dan asistensi
sosial;
i. bimbingan resosialisasi;
j. bimbingan lanjut; dan/atau
k. rujukan.
Contoh permasalahan gangguan kesehatan
mental (diambil dari soal no 11,12 & 17)
Setelah membahas mengenai kesehatan mental, dan agar menjadi lebih paham mengenai kesehatan mental berikut kami lampirkan sebuah contoh gangguan kesehatan mental.
Istirahat yang memadai merupakan cara untuk memelihara fisik yang sehat, sementara pemuasan kebutuhan psikologis (seperti memeroleh kasih sayang dan rasa aman) secara nyaman merupakan prinsip yang mendasar dalam memelihara mental yang sehat. (contoh preventif).
Kegagalan anak mencapai perkembangan psikologisnya yang sehat. Nampak pada perilakunya, seperti suka menggigit kuku, mengemut jempol, mudah tersinggung dan sikap permusuhan atau agresif. Untuk membantu perkembangan anak agar tidak terjadi kekeliruan dalam tumbuh kembang psikologisnya tersebut, maka dapat dilakukan perbaikan atau amelioratif.
Dalam menerapkan sebuah fungsi ini dapat dimulai dengan mengidentifikasi potensi yang dimiliki individu dan kemudian merancang program yang tepat untuk kemajuan potensinya (contoh suportif). Penting untuk diketahui, kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup. Dengan kesehatan mental yang baik akan tercipta kepribadian yang baik juga dan dapat melakukan fungsinya secara maksimal. Jika dirasa mengalami gejala - gejala gangguan mental jangan pernah merasa malu untuk meminta pertolongan dari psikolog atau psikiater. dengan penanganan yang tepat gangguan mental yang terjadi dapat dikelola dengan baik dan membuat hidup lebih berkualitas dan lebih bahagia.
Sumber:
Ariadi, Purmansyah. 2013. Kesehatan
Mental dalam Perspektif Islam.
Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2)
Fakhriyani, Diana Vidya. 2017.
Kesehatan Mental. Jawa Timur: CV Duta Media
GURU(Implikasinya terhadap
Penyelenggaraan Diklat / Pelatihan). Jurnal Kajian Pendidikan Widya Accarya
FKIP Universitas DwijendraISSN NO. 2085-0018
Setiawati ,Ririn . 2020. Kesehatan mental perspektif perspektif M
Bahri Ghazali . Skripsi . Fakultas dakwah dan ilmu komunikasi . Universitas
Islam negeri (UIN) Raden Intan: Lampung
Tirtawati, Anak Agung Rai. 2016.
KESEHATAN MENTAL SUMBER DAYA MANUSIA PARA
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014
Tentang Kesehatan Jiwa
Komentar
Posting Komentar