Langsung ke konten utama

MENTAL HYGIENE DALAM PENANGANAN PEMERINTAH



DISUSUN OLEH:

1.      Intan Nur Utami          (1907016084)

2.      Veda Kartika P           (1907016086)

3.      Marsella Almaira W   (1907016088)

4.      Akhmad Akbar M       (1907016090)

5.      M. Agus Kurniawan   (1907016092)

6.      Hanis Fatimah             (1907016094)

7.      Amaranggana S.P.D   (1907016096)

8.      Indah Lianawati          (1907016098)

9.      Alief Fita Aulia           (1907016100)

10.  Mahda Deby S.P         (1907016102)

11.  Willy Ado W              (1907016104)

12.  Iltaza Mahira               (1907016106)

13.  Moh Hendrik S           (1907016108)

14.  Dien Wahyu A            (1907016110)

15.  Hasna Ulayya A.L      (1907016112)

16.  Nurul Khusnawati       (1907016114)

17.  Iqbal Akhsanun N       (1907016116)

18.  Nur Alfiana S              (1907016118)

19.  Wulan Sari                  (1907016120)

20.  Rindang Sekar K        (1907016122)

21.  Avista Alviany            (1907016124)

MENTAL HYGIENE DALAM PENANGANAN PEMERINTAH

Pengertian Mental

Kata "mental" berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti sama dengan psyche dalam bahasa Latin, yaitu psikis, jiwa atau kejiwaan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mental adalah sesuatu yang menyangkut budi dan sifat manusia, dan bukan sesuatu terkait tubuh atau tenaga.

Selain itu, kata mental berasal dari bahasa latin yaitu dari kata mens atau metis yang berarti jiwa, nyawa, sukma dan ruh. Jadi mental adalah hal-hal yang berhubungan dengan psiko atau psikis yang dapat mempengaruhi perilaku individu. Setiap perilaku dan ekspresi tertentu merupakan dorongan dan cerminan keadaan mental.

Berdasarkan pemahaman mental tersebut, penulis menyimpulkan bahwa mental adalah sesuatu yang berhubungan dengan bagian tubuh manusia yang tidak terlihat seperti psikis, jiwa atau roh yang memiliki pengaruh besar terhadap kehendak individu dalam mengambil sikap atau sebuah keputusan.


Pengertian kesehatan mental menurut World Federation of Mental Health (WFMH) 1948, adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara optimal selama tidak mengganggu kepentingan orang lain.

Menurut undang-undang kesehatan mental No. 3 Tahun 1966, kesehatan mental adalah suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, dan emosional seseorang, yang mana perkembangannya harus selaras dengan keadaan orang lain.

Menurut Karl Menninger, kesehatan mental adalah dimana seseorang dapat menahan diri, bersikap cerdas, berperilaku toleran terhadap perasaan orang lain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia. Dapat diartikan sebagai individu yang tidak berperilaku di luar norma atau aturan yang ada. Menjauhkan diri dari perilaku buruk merupakan cerminan orang yang memiliki kesehatan mental yang baik.

Ciri-ciri Mental Sehat

1.      Terbebas dari Gangguan Jiwa

Menurut Zakiyah Daradjat (1985) perbedaan antara gangguan jiwa (neurose) dengan penyakit jiwa (psikose), adalah :

a. Orang dengan gangguan jiwa masih bisa memahami dan merasakan   kesulitannya, sedangkan orang dengan penyakit jiwa tidak bisa.

b.  Orang dengan gangguan jiwa kepribadiannya masih terhubung dengan kehidupan nyata. Sedangkan orang dengan penyakit jiwa kepribadiaannya sangat terganggu, tidak saling terhubung, dan ia hidupnya jauh dari kenyataan.

2.      Memiliki penyesuaian diri yang baik

Penyesuaian diri (self adjustment) adalah proses untuk memperoleh atau memenuhi kebutuhan (needs satisfaction) dan mengatasi masalah-masalah tertentu (stres, konflik, frustasi dll) dengan cara-cara tertentu. Seseorang dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik jika dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya dengan wajar, tidak merugikan dirinya sendiri dan lingkungannya, dan tidak melanggar norma agama.

3.      Pemanfaatan potensi maksimal

Orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk kegiatan-kegiatan yang positif dan berguna bagi pengembangan kualitas dirinya. Pemanfaatan itu dapat diterapkan pada berbagai sisi kehidupannya seperti dalam kegiatan-kegiatan belajar (dirumah, sekolah, atau dilingkungan masyarakat), bekerja, berorganisasi, pengembangan hobi, dan berolahraga.

4.      Mampu mencapai kebahagiaan pribadi dan orang lain

Dalam memenuhi kebutuhannya, orang yang sehat mentalnya akan menampilkan perilaku yang sesuai dengan situasi, mampu memberikan pengaruh positif bagi dirinya dan orang lain, serta segala aktivitasnya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan pribadi dan kebahagiaan bersama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1959 memberikan batasan mental yang sehat, yaitu :

1.     Mampu menyesuaikan diri secara positif pada kenyataan meskipun kenyataan itu buruk baginya.

2.      Mendapat kepuasan dari hasil usahanya.

3.      Merasa lebih puas memberi daripada menerima.

4.      Relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.

5.      Berhubungan dengan orang lain dengan cara saling menolong dan saling memuaskan.

6.      Menerima kekecewaan dan menjadikannya pembelajaran.

7.      Mengalihkan permusuhan dengan penyelesaian yang kreatif dan positif.

8.      Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.

Selain itu, Kartini Kartono (2000:82-83), mengelompokkan empat ciri khas orang yang bermental sehat, yaitu:

1.      Adanya keseraian antara usaha dan potensi yang dimiliki, sehingga orang mudah beradaptasi dengan lingkungan, standar, dan norma sosial serta perubahan sosial yang serba cepat.

2.      Memiliki integrasi dan peraturan dalam struktur kepribadiannya, sehingga mampu berperan aktif dalam masyarakat.

3.      Selalu giat melaksanakan proses realisasi diri (yaitu mengembangkan bakat dan potensinya secara nyata), memiliki tujuan hidup yang jelas, selalu mengarah pada kesempurnaan diri, dan berusaha melebihi keadaan yang sekarang.

4.      Memiliki energi yang positif, sehat lahir dan batinnya, tenang harmonis kepribadiannya, efisien dalam setiap tindakannya, serta mampu mendalami kenikmatan dan kepuasan dalam memeuhi kebutuhannya.

Ciri-ciri Mental Tidak Sehat

Gangguan mental biasa disebut juga perilaku abnormal atau abnormal behavior yang juga dianggap sama layaknya sakit mental dan sakit jiwa. Untuk itu orang yang menunjukkan kurang sehat mentalnya maka dimasukkan sebagai orang yang mengalami gangguan mental. Mental yang sakit mulai dari aspek psikis, sosial, moral religius dan dari aspek kesehatan fisik, mempunyai ciri yang berlawanan dengan karakteristik mental sehat. Secara sosial seperti seseorang yang gagal dalam beradaptasi secara positif dengan lingkungannya dikatakan mengalami gangguan mental. Proses adaptif ini berbeda dengan penyesuaian sosial, karena adaptif akan lebih aktif dan didasarkan atas kemampuan pribadi sekaligus melihat konteks sosialnya.



Untuk menentukan seseorang mengalami gangguan mental yaitu mulai dari orang memperoleh pengobatan psikiatris, kemudian salah dalam penyesuaian sosial, hasil diagnosis psikiatris, ketidakbahagiaan subjektif, adanya symptom psikologis secara objektif, dan kegagalan adaptasi secara positif menurut Scott (Notosoedirdjo, 2001:43).

Sakit mental merupakan bentuk dari gangguan pada ketenangan batin dan ketentraman hati. Penyakit mental ditandai dengan fenomena ketakutan, sakit hati, apatis, cemburu, dengki, kemarahan yang eksplosif, ketegangan batin yang kronis menurut Kartini Kartono (2000:5).

Fungsi Kesehatan Mental

1. Prevention (preventif/pencegahan)

Kesehatan mental membantu mencegah masalah atau gangguan mental serta meningkatkan adaptasi untuk mencegah penyakit mental. Pekerjaan ini menerapkan prinsip-prinsip di balik kesehatan mental, misalnya menjaga kesehatan fisik, seperti berolahraga dan memenuhi kebutuhan mental seperti melakukan hal-hal yang disukai.

2. Amelioration (amelioratif/kuratif/korektif/perbaikan)

Fungsi ini merupakan upaya untuk meningkatkan kepribadian dan adaptasi, serta mengontrol perilaku pribadi dan mekanisme pertahanan diri. Seperti gangguan pada anak, perkembangannya dapat dilihat dari perilaku seperti lekas marah, menyentuh (menghisap jari), dan tindakan agresif. Itulah mengapa fungsi ini penting untuk peningkatan kesehatan mental.

3. Preservation (preservasi/pengembangan)

Preservatif atau suportif adalah fungsi yang mendorong upaya pengembangan kepribadian atau pola pikir yang sehat, sehingga masyarakat dapat mengurangi kesulitan dan masalah dalam perkembangan psikologis.

Upaya Menjaga Kesehatan Mental

Terdapat beberapa cara sederhana yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental. Dengan melakukan penjagaan kesehatan mental tentunya banyak hal yang dapat dirasakan, contohnya suasana hati yang membaik, lebih bahagia dan merasa lebih tenang. Berikut upaya sederhana yang dapat kita lakukan untuk menjaga kesehatan mental :

1. Menjaga kesehatan fisik (physical health) serta pemenuhan kebutuhan psikologis, seperti memperoleh kasih sayang, rasa aman, penghargaan diri, aktualisasi diri sebagai mana mestinya sehingga individu mampu memaksimalkan potensi yang dimilikinya.

2. Perlunya pengetahuan serta pemahaman diri yang luas mengenai diri sendiri (self insight).

3. Belajar mengatasi konflik dan frustasi serta ketegangan-ketegangan secara efektif.

4. Mempunyai sikap yang realistik, termasuk penerimaan terhadap kenyataan secara sehat dan objektif.

5. Menjalankan kegiatan yang tetap dan teratur dalam hubungan manusia dengan Tuhan.

Fungsi mental hygiene menurut Schneiders (1964: 510-511) adalah sebagai berikut:

  1. Preventif (pencegahan)

Fungsi preventif atau pencegahan yaitu menerapkan prinsip-prinsip yang dapat menjamin mental yang sehat, seperti halnya mental hygiene, memelihara kesehatan mental. Memelihara fisik agar tetap sehat dapat dilakukan dengan cara melakukan istirahat yang memadai, sementara pemuasan psikologis individu yakni seperti memperoleh kasih sayang serta rasa aman merupakan prinsip yang paling mendasar dalam memelihara mental yang sehat.

  1. Amelioratif (perbaikan)

Fungsi ameliorative atau perbaikan merupakan upaya perbaikan atau memperbaiki kepribadian serta meningkatkan kemampuan dalam penyesuaian diri, sehingga gejala-gejala tingkah laku yang muncul dan juga mekanisme pertahanan diri dapat dikendalikan.

  1. Suportif (pengembangan)

Fungsi suportif atau pengembangan yakni merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan demi mengembangkan mental yang sehat atau kepribadian. Sehingga, individu mampu untuk menghadapi ataupun menghindari kesulitan-kesulitan psikologis yang mungkin dialaminya.

Implementasi dari fungsi mental hygiene menurut Schneiders di Indonesia (Pemerintahan  memberikan upaya promotif , preventif ,kuratif, dan rehabilitatif )

Di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa telah dijelaskan bahwasannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu menjamin tiap-tiap warga negara bisa hidup sejahtera lahir dan batin dan juga memperoleh pelayanan kesehatan dengan penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Tujuan pembangunan kesehatan yang hendak dicapai yaitu terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi- tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya kesehatan termasuk Upaya Kesehatan Jiwa dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Sesuai dengan fungsi mental hygiene yang dikemukakan oleh Schneiders yaitu preventif, amelioratif, serta suportif, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 4 ayat 1 telah menjabarkan upaya-upaya tersebut.

Pasal 4

1.       Upaya Kesehatan Jiwa dilakukan melalui kegiatan:

a. promotif;

b. preventif;

c. kuratif; dan

d. rehabilitatif.

Implementasi dari fungsi mental hygiene menurut Schneiders di Indonesia :

  1. Preventif (pencegahan)

Pasal dalam UU terkait upaya preventif atau pencegahan, meliputi pasal 6, 7, 8 yang berkaitan dengan upaya promotif, dan pasal 10,11,12,13,14,15 berkaitan dengan upaya preventif.

Pasal 6

Upaya promotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a merupakan suatu kegiatan dan/atau rangkaian kegiatan penyelenggaraan pelayanan Kesehatan Jiwa yang bersifat promosi Kesehatan Jiwa.

Pasal 7

1.        Upaya promotif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk:

a.    mempertahankan dan meningkatkan derajat Kesehatan Jiwa masyarakat secara optimal;

b.    menghilangkan stigma, diskriminasi, pelanggaran hak asasi ODGJ sebagai bagian dari masyarakat;

c.    meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat terhadap Kesehatan Jiwa; dan

d.    meningkatkan penerimaan dan peran serta masyarakat terhadap Kesehatan Jiwa.

Pasal 8

2.        Upaya promotif di lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dalam bentuk pola asuh dan pola komunikasi dalam keluarga yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang sehat.

3.        Upaya promotif di lingkungan lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk:

a.    menciptakan suasana belajar-mengajar yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan jiwa; dan

b.    keterampilan hidup terkait Kesehatan Jiwa bagi peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya.

4.        Upaya promotif di lingkungan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Kesehatan Jiwa, serta menciptakan tempat kerja yang kondusif untuk perkembangan jiwa yang sehat agar tercapai kinerja yang optimal.

5.        Upaya promotif di lingkungan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Kesehatan Jiwa, serta menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang sehat.

Pasal 10

Upaya preventif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan suatu kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah kejiwaan dan gangguan jiwa.

Pasal 11

Upaya preventif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk:

a.    mencegah terjadinya masalah kejiwaan;

b.    mencegah timbulnya dan/atau kambuhnya gangguan jiwa;

c. mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada masyarakat secara umum atau perorangan; dan/atau

d.    mencegah timbulnya dampak masalah psikososial.

Pasal 13

Upaya preventif di lingkungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf a dilaksanakan dalam bentuk:

a.    pengembangan pola asuh yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa;

b.    komunikasi, informasi, dan edukasi dalam keluarga; dan

c.    kegiatan lain sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Pasal 14

Upaya preventif di lingkungan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b dilaksanakan dalam bentuk:

a.    menciptakan lingkungan lembaga yang kondusif bagi perkembangan Kesehatan Jiwa;

b.    memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai pencegahan gangguan jiwa; dan

c.    menyediakan dukungan psikososial dan Kesehatan Jiwa di lingkungan lembaga.

Pasal 15

Upaya preventif di lingkungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dilaksanakan dalam bentuk:

1.    menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif;

2.    memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai pencegahan gangguan jiwa; dan

3.    menyediakan konseling bagi masyarakat yang membutuhkan.

2.   Amelioratif (perbaikan)

Pasal  dalam UU terkait upaya amelioratif yakni memperbaiki kepribadian serta meningkatkan kemampuan dalam penyesuaian diri meliputi pasal 17, 18, dan 19.

Pasal 17

Upaya kuratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c merupakan kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap ODGJ yang mencakup proses diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat berfungsi kembali secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat.

Pasal 18

Upaya kuratif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk:

a.    penyembuhan atau pemulihan;

b.    pengurangan penderitaan;

c.    pengendalian disabilitas; dan

d.    pengendalian gejala penyakit.

Pasal 19

4.         Proses penegakan diagnosis terhadap orang yang diduga ODGJ dilakukan untuk menentukan:

a.    kondisi kejiwaan; dan

b.   tindak lanjut penatalaksanaan.

5.         Penegakan diagnosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kriteria diagnostik oleh:

a.    dokter umum;

b.   psikolog; atau

c.    dokter spesialis kedokteran jiwa.

3.   Suportif (pengembangan)

Pasal dalam UU terkait upaya suportif meliputi pasal 25, 26, 27, 28 yang fokus membahas mengenai upaya pemberian rehabilitasi dan bentuk-bentuknya seperti bimbingan sosial dalam upaya agar individu mampu menghadapi kesulitan psikologis yang mungkin dialami.


Pasal 25

Upaya rehabilitatif Kesehatan Jiwa merupakan kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan Kesehatan Jiwa yang ditujukan untuk:

a. mencegah atau mengendalikan disabilitas;

b. memulihkan fungsi sosial;

c. memulihkan fungsi okupasional; dan

d. mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat.


Pasal 26

1.      Upaya rehabilitatif ODGJ meliputi:

a. rehabilitasi psikiatri dan/atau psikososial; dan

b. rehabilitasi sosial.

2.      Rehabilitasi psikiatri dan/atau psikososial dan rehabilitasi sosial ODGJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan upaya yang tidak terpisahkan satu sama lain dan berkesinambungan.


Pasal 27

Upaya rehabilitasi psikiatri dan/atau psikososial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a dilaksanakan sejak dimulainya pemberian pelayanan Kesehatan Jiwa terhadap ODGJ.


Pasal 28

1.      Upaya rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, atau koersif, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun panti sosial.

2.      Upaya rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:

a. motivasi dan diagnosis psikososial;

b. perawatan dan pengasuhan;

c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;

d. bimbingan mental spiritual;

e. bimbingan fisik;

f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;

g. pelayanan aksesibilitas;

h. bantuan sosial dan asistensi sosial;

i. bimbingan resosialisasi;

j. bimbingan lanjut; dan/atau

k. rujukan.

Contoh permasalahan gangguan kesehatan mental  (diambil dari soal no 11,12 & 17)

Setelah membahas mengenai kesehatan mental, dan agar menjadi lebih paham mengenai kesehatan mental berikut kami lampirkan sebuah contoh gangguan kesehatan mental.

Istirahat yang memadai merupakan cara untuk memelihara fisik yang sehat, sementara pemuasan kebutuhan psikologis (seperti memeroleh kasih sayang dan rasa aman) secara nyaman merupakan prinsip yang mendasar dalam memelihara mental yang sehat. (contoh preventif).

Kegagalan anak mencapai perkembangan psikologisnya yang sehat. Nampak pada perilakunya, seperti suka menggigit kuku, mengemut jempol, mudah tersinggung dan sikap permusuhan atau agresif. Untuk membantu perkembangan anak agar tidak terjadi kekeliruan dalam tumbuh kembang psikologisnya tersebut, maka dapat dilakukan perbaikan atau amelioratif.

Dalam menerapkan sebuah fungsi ini dapat dimulai dengan mengidentifikasi potensi yang dimiliki individu dan kemudian merancang program yang tepat untuk kemajuan potensinya (contoh suportif). Penting untuk diketahui, kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup. Dengan kesehatan mental yang baik akan tercipta kepribadian yang baik juga dan dapat melakukan fungsinya secara maksimal. Jika dirasa mengalami gejala - gejala gangguan mental jangan pernah merasa malu untuk meminta pertolongan dari psikolog atau psikiater. dengan penanganan yang tepat gangguan mental yang terjadi dapat dikelola dengan baik dan membuat hidup lebih berkualitas dan lebih bahagia.


Sumber:

Ariadi, Purmansyah. 2013. Kesehatan Mental  dalam Perspektif Islam. Syifa’MEDIKA, Vol. 3 (No.2)

Fakhriyani, Diana Vidya. 2017. Kesehatan Mental. Jawa Timur: CV Duta Media

GURU(Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Diklat / Pelatihan). Jurnal Kajian Pendidikan Widya Accarya FKIP Universitas DwijendraISSN NO. 2085-0018

Setiawati ,Ririn . 2020.  Kesehatan mental perspektif perspektif M Bahri Ghazali . Skripsi . Fakultas dakwah dan ilmu komunikasi . Universitas Islam negeri (UIN) Raden Intan:  Lampung

Tirtawati, Anak Agung Rai. 2016. KESEHATAN MENTAL SUMBER DAYA MANUSIA PARA

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fun Fact: Kalian Tau Gak Sih Erotomania Itu Apa? Yuk Sama-sama Kita Belajar Bareng

EROTOMANIA      Erotomania adalah kondisi di mana seseorang meyakini dengan kuat bahwa ada seseorang yang mencintainya, meskipun kenyataannya tidak demikian. Bahkan, dalam beberapa kasus, penderita erotomania mungkin meyakini bahwa orang terkenal tertentu mencintainya.      Orang dengan erotomania memiliki keyakinan yang kuat bahwa mereka sedang disukai oleh seseorang, meskipun orang tersebut mungkin tidak mengenal atau pernah bertemu dengan mereka.       Gangguan delusi erotomania bisa muncul hanya dari berkhayal, mendengar berita, atau melihat aktivitas di media sosial seseorang. Meskipun gangguan ini lebih umum dialami oleh wanita, pria juga dapat mengalaminya. Gejala yang dapat menjadi tanda-tanda seseorang sedang mengalami gangguan erotomania      Selain keyakinan yang berlebihan bahwa seseorang mencintainya, penderita erotomania juga mungkin mengalami gejala-gejala berikut: Menghabiskan waktu berbicara tentang orang yang ...

Fun Fact : Pernahkah kamu mendengar tentang Impostor Syndrome? mari kita sama-sama mempelajarinya!

  IMPOSTOR SYNDROME Impostor syndrome adalah perasaan dimana seseorang merasa kesuksesan mereka disebabkan oleh kebetulan atau keberuntungan atau usaha keras yang misterius dan bukan karena kemampuan dan kompetensi mereka sendiri, hal ini dapat diukur melalui fake, luck dan discount. Orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terbentuknya fenomena Impostor Syndrome pada anak-anak mereka. Ketika bertemu dengan penderita Impostor Syndrome yang sudah dewasa, pesan atau perilaku yang diberikan oleh orang tua mereka di masa kanak-kanak adalah faktor pendorong munculnya Impostor Syndrome . Pesan yang biasanya diterima dari orang tua hanyalah kritik dan jarang mendapat pujian dari orang tua. Ketika seorang anak mendengar kritik yang konsisten untuk sesuatu yang tidak sempurna, mereka belajar bahwa tidak ada hal lain yang penting, orang tua hanya memperhatikan tentang kesalahan yang dilakukan oleh anak mereka. Di sisi lain, jika anak tidak pernah menerima pujian apa pun...

Fun Fact : Pernahkah kamu mendengar istilah "SELF CARE" ?? Yuk kita cari tau sama-sama

SELF CARE        Self-care merujuk pada tindakan individu untuk merawat dirinya sendiri secara fisik, mental, dan emosional guna menjaga kesejahteraan dan kualitas hidupnya. Self-care adalah konsep yang melibatkan kesadaran individu terhadap kebutuhan pribadinya serta pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ini dapat mencakup hal-hal seperti istirahat yang cukup, menjaga pola makan sehat, olahraga, meditasi, hingga mengelola stres dan emosi.      Menurut World Health Organization (WHO), self-care adalah kemampuan individu, keluarga, dan komunitas untuk mempromosikan kesehatan, mencegah penyakit, menjaga kesehatan, dan mengatasi penyakit dengan atau tanpa dukungan tenaga kesehatan. Aspek Self-Care: 1. Self-Care Fisik: Melibatkan kegiatan yang membantu menjaga kesehatan fisik, seperti tidur yang cukup, pola makan seimbang, olahraga rutin, dan menjaga kebersihan diri. 2. Self-Care Mental: Fokus pada menjaga kesehatan mental dan emosional ...